Child Parenting Skills

 Jawaban Permasalahan Seputar Balita dan Anak

Curhat : Berwirausaha, karena Saya bukan Sarjana

Posted on Wednesday, April 22, 2009
Andai saja dulu saya lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, mungkin hari ini saya masih duduk di kantor ber-AC, memakai blazer dan mengerjakan berkas-berkas dokumen. Mungkin saya sedang mencoba menyenangkan atasan-atasan saya dengan terlihat sebagai pegawai teladan. Mencari kenalan sebanyak mungkin terutama dari level tertentu agar keberadaan saya diperhitungkan. Tapi semua itu sekarang hanyalah masa lalu, karena saya memilih untuk tidak jadi sarjana.

Menjadi sarjana bukan kesalahan, karena dengan otak yang terlatih akan mendewasakan logika. Hanya dengan menjadi sarjana, biasanya orang lebih memilih menjadi pekerja. Memang jauh lebih mudah menjadi pekerja daripada jadi pengusaha. Masuk ke sebuah perusahaan yang sudah berjalan, system yang sudah diatur, kemudian mendapatkan gaji secara rutin. Tapi yang salah adalah ketika seorang pekerja terjebak. Terjebak pada gaji yang rutin ia peroleh, terjebak pada pengeluaran rutin, terjebak pada diri sendiri yang tidak berkembang, dsb. Tiba-tiba diingatkan ketika usia berkepala empat, masih berangkat setengah enam pagi, terjebak macet, dimarahi atasan, ditunggu pengeluaran yang tidak sedikit oleh anak dan istri. Untuk mencari pekerjaan lain, sudah tidak laku, untuk memulai usahapun tidak punya keberanian lagi, karena tidak punya pengalaman.

Tidak semua pekerja bernasib seperti itu, ada 1 dari mungkin 1000 orang yang bisa memiliki karir yang sukses. Setiap tahun mendapatkan peningkatan jabatan dan pendapatan, walaupun untuk semua itu ia rela menyerahkan 24 jam waktunya untuk perusahaan, bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia dan dunia.

Pernah saya menjadi pegawai, lebih dari lima tahun lamanya. Jadi pegawai memang lumayan, lulus sekolah, langsung mendapat gaji satu juta lebih. Angka yang fantastis bagi seorang anak lulusan STM.Bisa membeli makan, pakaian, ngekost dan membiayai kuliah dengan uang sendiri. But, hanya segitu. Tahun pertama sampai tahun kelima di perusahaan itu tidak membawa perubahan yang signifikan, baik dari segi pendapatan apalagi jabatan. Sejak masuk sampai saya keluar kerja, hanya pernah ada kenaikan gaji satu kali sebesar dua ratus ribu rupiah. Akhirnya saya merasa gerah.

Kegerahan itu membawa saya pada sebuah komunitas yang mengutamakan berwirausaha daripada menjadi pegawai. Semakin banyak yang mengompori akhirnya saya mencoba mencicipi dunia pedagangan. Lebih dari 15 juta uang saya raib entah kemana perginya dalam rangka percobaan ini. Barang habis, uang habis, kontrakan toko habis. Yang tersisa hanyalah keberanian. Setelah mencicipi dunia usaha, ternyata memang tidak mudah, tapi bukan hal yang mustahil. Dan saya menikmatinya.

Saya sangat menikmati berbelanja barang yang akan saya jual. Saya menyukai saat melayani pembeli. Menyukai saat menghitung omzet dan profit. Dan menyukai membuat rencana dan target-target yang ingin dicapai. Dunia usaha itu tidak terbatas, selama kita punya keinginan dan keberanian, pasti ada jalan. Tapi jalan usaha memang penuh liku dan kerikil-kerikil tajam, perlu waktu untuk belajar dan menimba pengalaman. Hasil yang diperolehnya bisa minus sampai tak terhingga. Dan semua orang bisa, walaupun ia bukan sarjana.

Do You Know?


Constructing Your Child's Healthy Sense of Self Esteem


Your child's self esteem is their mental foundation. A self-assured child is confident, secure, happy, well-adjusted and successful. They can solve problems that come their way, and it thrives under a loving parent's nurturing care.
What are some good ways to built self esteem in your child?

Most importantly, accept your child for who they are, and help them do the same. Teach your child that nobody is perfect, and that everyone makes mistakes. Show them how to learn and grow from their mistakes, and let them know that you also make mistakes. Children with high self esteem are able to take lessons from mistakes and apply them down the road. A child with low self esteem become frustrated and resort to self-depreciating behavior, such as calling themselves 'stupid' and vowing to 'never try that again.

Help your child discover their abilities and talents, and encourage outlets for them to build on and improve them. Praise a child not only for improvements in abilities and skills, but also for the traits they naturally possess.
Encourage your child to make positive choices. Open an honest dialog with your child and discuss the possibilities with them. Children who learn skills for making positive choices when they are younger are well-prepared for the tougher choices they have to make when they are older.

Ensure that you spend lots of quality time with your child, at least once a week. Whether you are shooting baskets or going out to grab a hamburger, take time to talk and keep in touch. If you find it difficult to squeeze in quality time during a hectic week, take the time to talk about things during the drive to school or while they are helping you put the groceries away.
Andai saja dulu saya lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, mungkin hari ini saya masih duduk di kantor ber-AC, memakai blazer dan mengerjakan berkas-berkas dokumen. Mungkin saya sedang mencoba menyenangkan atasan-atasan saya dengan terlihat sebagai pegawai teladan. Mencari kenalan sebanyak mungkin terutama dari level tertentu agar keberadaan saya diperhitungkan. Tapi semua itu sekarang hanyalah masa lalu, karena saya memilih untuk tidak jadi sarjana.

Curhat : Berwirausaha, karena Saya bukan Sarjana

Andai saja dulu saya lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, mungkin hari ini saya masih duduk di kantor ber-AC, memakai blazer dan mengerjakan berkas-berkas dokumen. Mungkin saya sedang mencoba menyenangkan atasan-atasan saya dengan terlihat sebagai pegawai teladan. Mencari kenalan sebanyak mungkin terutama dari level tertentu agar keberadaan saya diperhitungkan. Tapi semua itu sekarang hanyalah masa lalu, karena saya memilih untuk tidak jadi sarjana.

Menjadi sarjana bukan kesalahan, karena dengan otak yang terlatih akan mendewasakan logika. Hanya dengan menjadi sarjana, biasanya orang lebih memilih menjadi pekerja. Memang jauh lebih mudah menjadi pekerja daripada jadi pengusaha. Masuk ke sebuah perusahaan yang sudah berjalan, system yang sudah diatur, kemudian mendapatkan gaji secara rutin. Tapi yang salah adalah ketika seorang pekerja terjebak. Terjebak pada gaji yang rutin ia peroleh, terjebak pada pengeluaran rutin, terjebak pada diri sendiri yang tidak berkembang, dsb. Tiba-tiba diingatkan ketika usia berkepala empat, masih berangkat setengah enam pagi, terjebak macet, dimarahi atasan, ditunggu pengeluaran yang tidak sedikit oleh anak dan istri. Untuk mencari pekerjaan lain, sudah tidak laku, untuk memulai usahapun tidak punya keberanian lagi, karena tidak punya pengalaman.

Tidak semua pekerja bernasib seperti itu, ada 1 dari mungkin 1000 orang yang bisa memiliki karir yang sukses. Setiap tahun mendapatkan peningkatan jabatan dan pendapatan, walaupun untuk semua itu ia rela menyerahkan 24 jam waktunya untuk perusahaan, bersedia ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia dan dunia.

Pernah saya menjadi pegawai, lebih dari lima tahun lamanya. Jadi pegawai memang lumayan, lulus sekolah, langsung mendapat gaji satu juta lebih. Angka yang fantastis bagi seorang anak lulusan STM.Bisa membeli makan, pakaian, ngekost dan membiayai kuliah dengan uang sendiri. But, hanya segitu. Tahun pertama sampai tahun kelima di perusahaan itu tidak membawa perubahan yang signifikan, baik dari segi pendapatan apalagi jabatan. Sejak masuk sampai saya keluar kerja, hanya pernah ada kenaikan gaji satu kali sebesar dua ratus ribu rupiah. Akhirnya saya merasa gerah.

Kegerahan itu membawa saya pada sebuah komunitas yang mengutamakan berwirausaha daripada menjadi pegawai. Semakin banyak yang mengompori akhirnya saya mencoba mencicipi dunia pedagangan. Lebih dari 15 juta uang saya raib entah kemana perginya dalam rangka percobaan ini. Barang habis, uang habis, kontrakan toko habis. Yang tersisa hanyalah keberanian. Setelah mencicipi dunia usaha, ternyata memang tidak mudah, tapi bukan hal yang mustahil. Dan saya menikmatinya.

Saya sangat menikmati berbelanja barang yang akan saya jual. Saya menyukai saat melayani pembeli. Menyukai saat menghitung omzet dan profit. Dan menyukai membuat rencana dan target-target yang ingin dicapai. Dunia usaha itu tidak terbatas, selama kita punya keinginan dan keberanian, pasti ada jalan. Tapi jalan usaha memang penuh liku dan kerikil-kerikil tajam, perlu waktu untuk belajar dan menimba pengalaman. Hasil yang diperolehnya bisa minus sampai tak terhingga. Dan semua orang bisa, walaupun ia bukan sarjana.

Do You Know?


Constructing Your Child's Healthy Sense of Self Esteem


Your child's self esteem is their mental foundation. A self-assured child is confident, secure, happy, well-adjusted and successful. They can solve problems that come their way, and it thrives under a loving parent's nurturing care.
What are some good ways to built self esteem in your child?

Most importantly, accept your child for who they are, and help them do the same. Teach your child that nobody is perfect, and that everyone makes mistakes. Show them how to learn and grow from their mistakes, and let them know that you also make mistakes. Children with high self esteem are able to take lessons from mistakes and apply them down the road. A child with low self esteem become frustrated and resort to self-depreciating behavior, such as calling themselves 'stupid' and vowing to 'never try that again.

Help your child discover their abilities and talents, and encourage outlets for them to build on and improve them. Praise a child not only for improvements in abilities and skills, but also for the traits they naturally possess.
Encourage your child to make positive choices. Open an honest dialog with your child and discuss the possibilities with them. Children who learn skills for making positive choices when they are younger are well-prepared for the tougher choices they have to make when they are older.

Ensure that you spend lots of quality time with your child, at least once a week. Whether you are shooting baskets or going out to grab a hamburger, take time to talk and keep in touch. If you find it difficult to squeeze in quality time during a hectic week, take the time to talk about things during the drive to school or while they are helping you put the groceries away.
Andai saja dulu saya lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, mungkin hari ini saya masih duduk di kantor ber-AC, memakai blazer dan mengerjakan berkas-berkas dokumen. Mungkin saya sedang mencoba menyenangkan atasan-atasan saya dengan terlihat sebagai pegawai teladan. Mencari kenalan sebanyak mungkin terutama dari level tertentu agar keberadaan saya diperhitungkan. Tapi semua itu sekarang hanyalah masa lalu, karena saya memilih untuk tidak jadi sarjana.
Posted on Wednesday, April 22, 2009 |
0 Comments:

Post a Comment